Kebiasaan Menulis Berawal dari Konsisten Menulis Diari

c7ed41dd-b0b6-43f4-a437-0c8404f0b8deMenulis diari atau buku harian secara konsisten sewaktu kuliah berkembang menjadi kegiatan menulis yang konsisten saya lakukan hingga saat ini. Inspirasi bukanlah dicari, melainkan sedikit demi sedikit datang menghampiri. Ketika kita mendapat cercah-cercah inspirasi, tulislah segera agar ide-ide itu tidak lenyap, seperti yang Naval katakan bahwa “Inspiration is perishable, act on it immediately.” Cercah-cercah ide itu akan berkembang menjadi satu tulisan utuh seiring dengan dedikasi waktu dan pikiran kita untuk mengembangkan secuil ide yang tiba-tiba muncul di awal. Menulis seperti menjahit perca-perca ide sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi suatu karya, baik itu puisi, cerpen, novel, atau tulisan apa pun yang berpotensi dihasilkan. Saya tidak punya jadwal menulis, misalnya sehari setengah atau satu jam, karena menulis sudah menjadi bagian dari hidup saya. Saya menulis hal-hal yang saya ketahui, sukai, dan cintai, itulah resepnya. Tenggat waktu perlu saya tentukan, meski nantinya meleset, setidaknya tidak akan meleset sampai jauh. Paling lama sebulan dari tenggat waktu yang telah ditentukan.

Setelah mengikuti workshop Kaizen Writing oleh Dee Lestari, pemahaman saya tentang menulis berubah. Saya jadi semakin suka menulis karena akhirnya saya jadi tahu cara menyeberangkan ide di sekitar saya yang tadinya abstrak menjadi hal yang nyata, yaitu tulisan. Kebiasaan menulis buku harian itulah yang membuat saya jadi terampil menulis. Bagi yang pernah membaca buku Atomic Habits, tentu tahu bahwa kebiasaan yang kita lakukan secara konsisten akan memberikan hasil yang luar biasa. Ide mudah sekali kita dapat. Mereka ada di sekitar kita. Kalau saya sendiri, banyak yang datang ketika mendengarkan dan membaca lirik lagu, membaca buku cetak dan Kindle, menonton serial kesukaan saya, atau mengamati lingkungan di sekitar. Jadi, catatlah ketika ide itu datang segera dan tulis saja terus. Editlah tulisan itu belakangan.

Setelah draf tulisan pertama selesai, saya cetak tulisannya, baca beberapa kali, dan edit tulisannya untuk memastikan apakah yang ingin saya sampaikan sudah tertuang dalam tulisan. Dengan membaca tulisan-tulisan dari waktu ke waktu, tulisan saya berkembang dan semakin terasah. Kalau soal sempurna, saya rasa tulisan saya tidak akan sempurna. Tulisan itu akhirnya selesai. Dee Lestari dalam workshopnya mengatakan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang tamat. Tidak perlu pedulikan bagus atau tidaknya, sesuai selera pasar atau tidak, ataupun sepuitis apa pun kata-katanya. Dan tidak apa-apa kalau di awal gaya tulisannya terdengar seperti gaya penulis favorit kita, tetapi nanti di kemudian hari setelah kita gali terus-menerus, berlian atau ciri khas tulisan kita akan muncul ke permukaan.

Tinggalkan Pesan